Sunday, December 11, 2016

Sebuah Renungan untuk di evaluasi.

Menurut sejarah pada tanggal 17 Agustus 1945, Negra Indonesia telah memproklamirkan kepada dunia bahwa Indonesia sudah merdeka berdaulat penuh kedalam sebuah negara kesatuan republik Indonesia dari setelah sekian lama Rakyat Indonesia hidup dibawah tekanan penjajah. 

Sejak Indonesia merdeka dengan presiden petamanaya Sang Proklamator Yang terhormat Bapak Ir. Soekarno hingga berganti ganti pemimpin atau Kepala Negara hingga saat artikel ini di tulis bertepatan negara Indonesia di kepalai oleh seorang Presiden kelahiran Solo Jawa tengah Yang Terhormat Bapak Ir. Joko wido di bantu olah Yang Terhormat Bapak Yusuf Kala sebagai wakli presiden, selama pergantian dari presiden pertama hingga presiden terakhir yang pasti dari masing masing presiden mempunyai kelebihan dan kekurangan masing masing. Disini tidak akan membahas maslah kelebihan atau kekurangan dari masing masing pemimpin, Yang akan dibahas di ulas atau direnungkan adalah bagaimana Indonesia dimasa yang akan datang, bagai mana anak anak dan cucu kita menikmati hidup di Tanah pusaka Indonesia Raya dimasa yang akan datang. 

Masih teringat dalam otak bahwa dulu ketika Presiden pertama Indonesia di jabat oleh Bapak Ir. Soekarno, beliau pernah marah merasa dirinya bangsanya rakyatnya teraniyaya tidak di hargai terdholimi pada tgl 10 april 1964...presiden soekarno mnyampaikan pidato GANYANG MALAYSIA...10 tentara malaysia yg masuk ke indonesia mka akan ada 100 orng sukarelawan yang akan masuk ke malaysia....1000 orng malaysia yg msuk indonesia mk akan ada10.000 skarelawan yg msuk malaysia...GANYANG MALAYSIAdan lain lain, hingga beliau ucapkan dengan semangat juangnya "GANYANG MALAYSIA"

Diungkapnya peristiwa tersebut sama sekali bukan bermaksud memprovokasi pemerintahan saat ini agar bersateru dengan pemerintahan negara tetangga malaysia, tetapi hanya sekedar mengingatkan bahwa, Indonesia adalah negara yang bermartabat, negara berwibawa, negara besar, Negara yang bermoral, dengan di buktikan bawa pada saat itu banyak pegawi guru dan pegawai pegawai profesional lainya di malaysia banyak yang merekrut dari Putra Putri Negara indonesia, dan kebetulan Saya mempunyai Pakde ( Kakak ipar dari Ibu) berasal dari Banjar negara Jawa Tengah  menjadi guru di Malaysia dan menjadi warganegara Malysia hingga saat ini, dan kemungkinan beliau sudah pensiun. Dalam hal ini ketika ada negara lain yang berperilaku tidak sopan kepada Negara Indonesia seperti pada saat itu maka kalimat Ganyang Malaysia terucap oleh sang proklamator 


Tidak tahu semenjak di pimpin oleh presiden siapa, Malaysia dan negara tetangga lainya seperti Singapura Korea Taiwan dan lain lain tetap dan setia merekrut tenaga tenaga dari putra putri Indonesia, tapi sayangnya dari sekian banyak tenaga yang di rekrut sebagain besar adalah tenaga buruh, tenaga kuli yang di pekerjakan di pabrik pabrik dan di rumah tangga sebagai pembantu rumah tangga, babby sister  dan lain lain. dan hingga saat ini di era Presiden Joko widodo Indonesia masih exsis bangga dengan mengexport Tenaga kerja Indonesia (TKI) atau Tenaga kerja Wanita ( TKW) sebagai buruh, pembantu rumah tangga ke luar negeri termasuk Malaysia.

Jika di tengok ke masa lalu betapa berharganya betapa terhormatnya tenaga Indonesia sehingga tercerminya bahwa Indonesa adalah negara bangsa yang bermartabat dan terhormat dengan di rekrutnya tenaga guru atau tenaga profesional lainya dari Indonesia, sehingga mengucapkan Ganyang malaysia tanpa rasa kawatir sedikitpun, tentunya ucapan tersebut ada sebabnya yang tidak perlu di uraukan disini. Ironisnya saat ini sejak beberapa tahun yang lalu, ada sebagian rakyat Indonesia menganggap bahwa TKI dan TKW sebagai pahlawan devisa, benar benar meprihatinkan. Hal inilah yang menggugah saya sebagai penulis artikel ini untuk mencari sebab dan berusaha sebisa mungkin untuk memberikan solusi demi kembalinya martabat bangsa yang beradap dan terhormat tentunya. 

Tenaga Kerja Indonesia /TKI
Tenaga Kerja Wanita /TKW

Untuk menjadi TKI/TKW memerlukan proses perjuangan yang tidak mudah dan ringan, mulai dari prosese pendaftaran, seleksi, dan biaya, bahkkan ada yang berani spekulasi menjual tanah warisan untuk bekal berangakat keluar negeri menjadi TKI/TKW, dengan harapan setelah beberapa tahun akan kembali dan dapat membeli tanah yang lebih luas. Dan hasil akhir NOL BESAR. Setelah proses seleksi lulus belum tentu langsung di berangkatkan ke negara tujuan, harus menginap di penampungan, dalam waktu yang tidak dapat di tentukan, karena apa? karena ternyata peserta ynag sudah lulus seleksi tersebut ibaratnya barang dagangan, yang di stok di dalam penampungan, begitu ada pembeli dari luar negri yang menginginkanya baru pesrta di berangkatkan. Dan jangan harap selama dalam penampungan kehidupanya akan nikmat, terbukti banyak peserta yang kabur atau melarikan diri dari penampungan karena meraka merasa tersiksa karena keadaan tempat penampungan yang kurang layak huni dan lain lain. Dan hebatnya lagi kaburnya peserta tersebut bukanya tanpa pengorbanan, kaburnya pesert tesebut mengorbankan jiwa raga nyawa dan biaya yang sudah di bayarkan.


Jika Para TKI/TKW tersebut sudah berumah tangga, maka akan meninggakan suami/istri dan anak anak. ini merupakan pengorbanan yang sangat mahal harganya. Sang anak yang seharusnya mendapat belaian bimbingan orantua, ternyata salah satu dari orang tua harus pergi jauh untuk bekerja, akibatnya sang anak tidak mendapatkan perhatian dan bimbinagan sepenuhnya dari orang tua. sehingga akan terbentuklah mata rantai yang berkelanjutan.

Jika Para TKI/TKW tersebut belum berkeluarga, maka umur poduktifnya akan habis untuk menjadi TKI/TKW setelah saatnya berumah tangga baru pulang untuk menikah, dan setelah menikah ada sisa tabungan selama bekrja biasanya dibelanjakan untuk membuat rumah, rumah belum sempurna tabungan sudah habis, masih untung bisa di tempati, yang menjadi masalah adalah keluarga muda ini bingung tidak mempunyai pekerjaan di kampung halaman. sementara kebutuhan biaya hidup untuk keluarga dan anak anaknya di masa yang akan datang, akhirnya ada dua kemunghkinan : 

Kemungkinan pertama adalah mengulang menjadi TKI/TKW dengan resiko meninggalkan pasangan dirumah. Kemungkinan pertama inilah biasanya akan menghancurkan pernikahanya, karen perpisahan.
Kemungkinan kedua adalah mecari pekerjaan di lingkunagn mereka tinggal asal dapat pekerjaan, Kemmungkinan kedua inilah biasanya tidak akan betah karena upah yang didaptkan akan terasa kecil karena di bandingkan dengan upah sewaktu menjadi TKI/TKW.

Dari kedua kemungkinan tersebut seandainya masih ada sisa tabungan bisa di guankan untuk wiraswasta,bisnis, jualan, buka warung atau toko, Tetapi untuk membangun bisnis memerlukan proses yang panjang,  tidak mungkin begitu merintis sebuah usaha saat itu juga mendapatkan laba/ hasil untuk biaya hidup.

Disinilah letak kerugian yang sangat luar biasa bagi TKI/TKW.  Ketika harus pulang menetap di kampung sendiri tidak dapat berbuat banyak, sementara umur produktifnya sudah habis selama menjadi TKI/TKW di negeri orang

Dampak yang sama hanya sedikit lebih ringan untuk para pengadu nasib di kota kota besar di Indonesia yang hanya mempunyai pengetahuan/ ketrampilan minim, dan yang ujung ujungya hidup dan tidur  di bawah jembatan/dipinggir pinggir kali, karena tidak punya tempat tinggal di kota tersebut, sehingga lambat laun karena semakin banyak yang mengadu nasib dengan modal yang tidak jauh beda akhirnya terbentuklah sebuah perkampungan liar di bawah jembatan, di pinggir kali dan lain lain, Yang ujung ujungnya Pemerintah kotalah yang akan semakin kesulitan mengelola kotanya seperti contoh saat ini adalah DKI Jakarta.

Hanya satu yang di banggakan bagi mereka, itu adalah semangatnya berjuang untuk hidup, tanpa mempertimbangkan jerih payah pengorbanan nenenk moyang, tidak lebih. Mereka tidak bisa di salahkan karena mreka memang tidak salah, karena merka hanya berjuang
  
Alasan menjadi TKI/TKW
Alasan mengadu nasib bekerja di kota besar

  • Pendidikan Rendah
  • Di kampung sudah tidak ada lagi lahan untuk bertani, karena warisan orang tua semakin ke bawah semakin habis.
  • Lapangan pekerjaan di kampung tidak memadahi
  • Mecari UMR yang lebih tinggi dari di kampung halamnya.
SHABATKU, SAUDARAKU, SAATNYA BERUBAH
demi mengembalikan martabat bangsa dan negara yang telah di perjuangkan oleh nenek moyangmu pertumpahan darah nyawa menjadi taruhanya
KALIAN HARUS BERANI UNTUK BERUBAH. MASIH ADA WAKTU masih ada solusi

No comments:

Post a Comment